Foto : Dokumentasi Pemantauan Pemilu Oleh Anggota KIPP Jakarta |
TribunIKN.Com – Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta yang berlangsung pada Rabu (27/11) dilaporkan berjalan lancar dan
damai di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Proses pemungutan dan penghitungan
suara yang dimulai pukul 07.00 hingga 13.00 WIB dipantau oleh Komite Independen
Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta.
Meski demikian, laporan KIPP Jakarta mengungkap sejumlah
permasalahan, mulai dari rendahnya tingkat partisipasi masyarakat hingga
berbagai dugaan pelanggaran yang mencederai demokrasi.
Partisipasi Pemilih di Bawah Target
Dari hasil pemantauan di 350 TPS, tingkat partisipasi warga
Jakarta hanya mencapai 53 persen, jauh dari target 80 persen yang ditetapkan
oleh KPU DKI Jakarta. Sebanyak 47 persen warga memilih untuk tidak menggunakan
hak pilihnya atau golput.
Sebagai contoh, di TPS 14 Kelurahan Balimester, sebanyak 309
dari 583 Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak hadir. Jumlah suara sah hanya
mencapai 267. Data ini mencerminkan tren serupa di TPS lain yang dipantau oleh
relawan KIPP Jakarta yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta, kecuali
Kepulauan Seribu.
Sebelumnya, pada 25 Juli 2024, KIPP Jakarta telah merilis
survei yang menunjukkan 85,3 persen warga Jakarta tidak mengetahui tanggal dan
bulan pemilu. Hanya 14,7 persen responden yang menjawab dengan tepat. KIPP
menilai hasil survei ini berkaitan erat dengan rendahnya partisipasi
masyarakat.
"Minimnya sosialisasi yang dilakukan KPU DKI Jakarta
membuat masyarakat kurang memahami jadwal pencoblosan, sehingga tingkat
partisipasi jauh dari target," ujar perwakilan KIPP Jakarta.
Temuan Dugaan Pelanggaran di TPS
Selain rendahnya partisipasi, KIPP Jakarta juga menemukan
berbagai pelanggaran di sejumlah TPS yang dinilai menciderai proses demokrasi.
Berikut beberapa temuan penting:
Standar Operasional yang Tidak Dipenuhi: Di TPS 40
Kelurahan Sukapura, Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak ditempel di papan
pengumuman. Di TPS lain, seperti TPS 36 Sukapura, posisi duduk petugas terlalu
dekat dengan bilik suara, mengancam kerahasiaan pilihan pemilih.
Aksesibilitas Tidak Memadai: TPS di lokasi seperti
TPS 10 Mampang Prapatan dan TPS 39 Pasar Manggis tidak ramah bagi pemilih
disabilitas. Beberapa TPS terletak di gang sempit atau area dengan akses
bertangga tanpa fasilitas kursi roda.
Pelanggaran Privasi: Di TPS 17 dan 16 Semper Barat,
bilik suara tidak aman karena berada di jalur lalu-lalang orang.
Keberadaan Atribut Paslon: Di TPS 59 Rawa Badak
Selatan dan TPS 41 Pondok Kopi, atribut kampanye pasangan calon seperti stiker,
spanduk, dan kalender masih ditemukan di sekitar lokasi.
Ketidaksesuaian Surat Suara: Di TPS 21 Kelurahan
Tengah, ditemukan dua surat suara lebih banyak dari jumlah daftar hadir.
Sebaliknya, di TPS 82 Duren Sawit, terdapat kekurangan 40 surat suara.
Rekomendasi untuk KPU dan Bawaslu
Menyikapi berbagai temuan tersebut, KIPP Jakarta memberikan
sejumlah rekomendasi:
- Evaluasi
Proses Pemilu: KPU dan Bawaslu DKI Jakarta perlu melakukan evaluasi
menyeluruh terkait pelaksanaan pemilu, terutama terhadap dugaan
pelanggaran.
- Sanksi
Tegas: Petugas yang terbukti melakukan pelanggaran harus diberikan
sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
- Peningkatan
Kualitas SDM: Petugas KPPS dan pengawas TPS perlu mendapatkan
pelatihan lebih intensif agar mampu menjalankan tugas dengan profesional.
- Sosialisasi
yang Lebih Efektif: KPU DKI Jakarta harus meningkatkan upaya
sosialisasi kepada masyarakat untuk memastikan informasi pemilu
tersampaikan dengan baik.
Rendahnya tingkat partisipasi dan banyaknya pelanggaran
prosedur di TPS mencerminkan perlunya perbaikan signifikan dalam
penyelenggaraan pemilu di DKI Jakarta. Dengan evaluasi yang menyeluruh dan
langkah perbaikan yang konkret, diharapkan proses demokrasi di masa mendatang
dapat berjalan lebih transparan, inklusif, dan berintegritas.